
Picture (tniad.mil.id)
RUU Militer Disorot, Kelompok HAM Peringatkan Ancaman Dominasi TNI
Madanika.id, Jakarta – Sejumlah kelompok hak asasi manusia dan organisasi mahasiswa mendesak DPR untuk menolak revisi Undang-Undang Militer yang dinilai kontroversial. Mereka menilai aturan baru ini dapat membawa Indonesia kembali ke era dominasi militer dan menciptakan ketidakpastian hukum.
Rancangan undang-undang ini rencananya akan disahkan dalam sidang paripurna DPR pada Kamis, 21 Maret 2024, setelah sebelumnya disetujui oleh komisi yang membidangi urusan militer. Revisi ini memungkinkan lebih banyak personel aktif TNI menduduki jabatan sipil.
Sejumlah kelompok masyarakat sipil pun menyerukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR untuk menolak kebijakan ini. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menilai revisi tersebut dapat mengembalikan Indonesia ke era 30 tahun lalu, di mana militer memiliki kendali kuat atas urusan sipil dan digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
"Revisi ini adalah bentuk kejahatan legislatif yang mengancam rakyat Indonesia serta masa depan demokrasi," kata Wakil Ketua LBH, Arif Maulana, Rabu, 20 Maret 2024.
Sejak dilantik pada Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto yang juga mantan Danjen Kopassus dan menantu mendiang Soeharto, disebut semakin memperluas peran militer dalam pemerintahan.
Pemerintah berargumen bahwa revisi ini telah mempertimbangkan berbagai masukan dan diperlemah dengan syarat bahwa perwira aktif harus mengundurkan diri sebelum menempati sebagian besar posisi sipil.
Namun, anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Nico Siahaan, menyebut pemerintah justru menambah lebih banyak instansi yang dapat diisi oleh tentara aktif, seperti Sekretariat Negara, Kejaksaan Agung, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Aktivis menilai kehadiran militer di lembaga-lembaga tersebut dapat menghambat transparansi, terutama dalam proses hukum yang melibatkan personel TNI. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, memperingatkan bahwa perluasan peran militer dalam urusan sipil dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, hingga impunitas.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Budi Djiwandono, memastikan bahwa pemerintah tetap menjunjung tinggi supremasi sipil. Politikus Partai Gerindra yang juga keponakan Prabowo itu menegaskan bahwa personel militer tidak akan ditempatkan di perusahaan milik negara, membantah anggapan bahwa militer akan masuk ke sektor bisnis.
Partai oposisi mendesak agar seluruh pihak mengawasi implementasi undang-undang ini guna mencegah perluasan peran militer lebih lanjut di sektor sipil.
Leave a comments
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Ikuti Kami