__temp__ __location__
Semakmur Banner
`
Beras Oplosan: Skandal Rp100 Triliun dan Upaya Negara Menutup Celah

Beras Oplosan: Skandal Rp100 Triliun dan Upaya Negara Menutup Celah

Madanika.id, Jakarta – Kasus beras oplosan kembali mencuat di tengah upaya pemerintah menjaga stabilitas pangan nasional. Investigasi gabungan Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Polri menemukan 212 merek beras kemasan diduga mencampurkan beras bantuan sosial atau kualitas medium ke dalam label premium. Temuan ini membuka tabir praktik curang yang telah berlangsung sistematis, dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp100 triliun per tahun.

Pemerintah menyebut praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap rantai distribusi pangan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut praktik tersebut sebagai penipuan massal—menjual “emas 18 karat dengan label 24 karat”.

Jejak Awal dan Kronologi Pengungkapan

Investigasi dimulai lewat inspeksi mendadak dan uji laboratorium atas produk beras kemasan. Pada 10 Juli 2025, laporan resmi diserahkan ke Polri. Dua hari kemudian, penyidik mulai memeriksa perusahaan dan pemilik merek. Hingga pertengahan Juli, sebanyak 22 saksi telah dimintai keterangan, termasuk dari enam perusahaan besar dan delapan pemilik merek kemasan 5 kg.

Bukan kali pertama kasus semacam ini terjadi. Pada Maret 2024, Kepolisian Serang mengungkap modus pemalsuan beras oleh pelaku berinisial SK. Ia mengoplos beras Bulog yang rusak, kemudian memutihkannya, memberi aroma vanila, dan menjualnya dalam kemasan premium. Dalam delapan bulan, SK meraup untung lebih dari Rp700 juta. Modus serupa muncul kembali dalam kasus terbaru.

Modus Lama dengan Teknik Baru

Praktik oplosan umumnya dilakukan dengan mencampur beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) atau medium ke dalam kemasan premium. Ada pula pengurangan berat dalam kemasan 5 kg yang sebenarnya hanya berisi 4,5 kg. Proses ini melibatkan teknik pengelabuan seperti bleaching, blowing, dan penambahan pewangi agar beras tampak layak konsumsi.

Bukti yang ditemukan termasuk mesin perontok, karung bekas Bulog, dan pengharum vanila. Dari hasil uji laboratorium, 86 persen sampel beras premium ternyata tidak sesuai dengan label yang tercantum. Tujuannya jelas: meningkatkan margin keuntungan hingga Rp2.500–Rp3.000 per kilogram.

Jalur Hukum dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Polri menyatakan akan menjerat pelaku dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta UU Pangan. Di Serang, pelaku dijerat Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen dan Pasal 382 KUHP, dengan ancaman hukuman di atas enam tahun.

Hingga kini, belum ada tersangka yang diumumkan dalam kasus terbaru. Namun, 10 produsen besar dari 212 merek tengah diperiksa. Pemerintah bertekad memberikan efek jera—mulai dari sanksi pidana hingga pencabutan izin usaha.

Dampak ke Konsumen dan Psikologi Pasar

Konsumen menjadi pihak paling dirugikan. Selain membeli beras di atas harga eceran tertinggi (HET), mereka juga menerima kualitas di bawah standar. Harga beras premium saat ini menembus Rp16.085/kg atau hampir 8 persen di atas HET Rp14.900. Sementara beras medium melampaui HET hingga 14,78 persen.

Meski BPOM belum menemukan kasus keracunan akibat beras oplosan, potensi ancaman kesehatan tetap menjadi perhatian. Selain itu, pasar juga terguncang secara psikologis. Konsumen kini lebih waspada, memeriksa label kemasan, mengecek QR code, dan bahkan mengadukan kecurigaan ke lembaga perlindungan konsumen.

Sikap Pemerintah dan Strategi Penanggulangan

Berbagai kementerian dan lembaga telah menyatakan sikap. Satgas Pangan Polri menyatakan seluruh proses akan diawasi ketat. Kementerian Perdagangan menegaskan hak konsumen atas informasi, mutu, dan kompensasi. BPOM menyatakan siap turun jika ditemukan dampak kesehatan dari konsumsi beras oplosan.

Menteri Amran menginstruksikan pembentukan tim lintas lembaga. Bapanas (Badan Pangan Nasional) menegaskan bahwa pencampuran beras SPHP adalah pelanggaran hukum. Produk beras subsidi harus disalurkan lewat jalur resmi seperti koperasi desa Merah Putih.

Sebagai bentuk pencegahan, pemerintah meluncurkan aplikasi Klik SPHP untuk melacak distribusi dan menertibkan pengecer. Bapanas juga mengeluarkan peraturan tentang standar mutu beras, dan menyerukan penerapan SNI 6128:2020 bagi seluruh pelaku usaha.

Reaksi Pasar dan Dukungan Lintas Lembaga

Sejumlah ritel modern mulai menahan penjualan merek-merek yang terindikasi bermasalah. Namun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan mereka akan mengikuti keputusan otoritas dan meminta produsen menyertakan pernyataan mutu.

Di media sosial, diskusi publik meningkat. Edukasi tentang cara membedakan beras premium asli dengan oplosan pun marak dibahas. Dukungan juga datang dari DPR dan tokoh-tokoh publik, termasuk desakan agar izin usaha pelaku dicabut dan sistem distribusi beras diperbaiki menyeluruh.

Kasus beras oplosan ini membuka kembali wacana penting soal integritas pangan nasional. Di tengah stok beras yang dinyatakan aman oleh pemerintah, praktik curang seperti ini mengancam kestabilan ekonomi rumah tangga dan merusak kepercayaan publik.

Langkah-langkah korektif telah diambil. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan regulasi berjalan di lapangan dan pelaku usaha bertindak jujur. Dalam urusan pangan, kepercayaan konsumen adalah fondasi yang tak boleh diganggu.

Mendag Budi Santoso Terima Audiensi Depalindo, Bahas Penguatan Ekspor dan Efisiensi Logistik
Mendag Budi Santoso Terima Audiensi Depalindo, Bahas Penguatan Ekspor dan Efisiensi Logistik
Prabowo Subianto Tinjau Lokasi Banjir di Badung, Bali
Prabowo Subianto Tinjau Lokasi Banjir di Badung, Bali